Kenalilah Budaya Anda Sendiri,Sebelum Anda Mengenal Budaya Orang Lain.....

Thursday, April 29, 2010

Batik Asli Punya Indonesia LoH....

Batik, menurut Wikipedia berasal dari kata Jawa amba(menulis) dan titik (juga berarti titik dalam bahasa Indonesia). Selain itu ada juga yang mengartikannya sebagai menghamba pada titik. Memang titik merupakan desain dominan pada batik. Di Museum Nasional dapat kita lihat detail motif batik pada penggambaran kain pada patung-patung batu yang berasal dari abad ke 8 (contoh patung patung yang berasal dari candi Prambanan) maupun pada patung-patung yang berasal dari abad ke 13 (Singosari) dan abad ke 14 (Majapahit). Walaupun demikian penulisan pertama tentang pembuatan batik di Jawa berasal dari pencatatan keraton di Jawa Tengah pada abad ke 16 (Aspects of Indonesian Culture).

Teknik dasar batik (dye resistance pattern) menurut info berasal dari Mesir sekitar 1500 tahun yang lalu. Di Museum Nasional terdapat juga kendi China yang dibuat dengan mencoba mempraktekkan teknik membatik ini pada keramik. Tapi percobaan pada kain tampaknya lebih berhasil di Jawa. Dari namanya saja sudah jelas asal tempat yang membesarkan nama batik itu sendiri.

Dengan perkembangan perdagangan kain di Jawa maka masuklah kain dari India pada sekitar tahun 1800 dan dari Eropa pada sekitar tahun 1815. Karena menggunakan kain yang lebih berkualitas maka perkembangan batik Jawa semakin pesat dan semakin terkenal.

Mattiebelle Gittinger yang meneliti tekstil di Indonesia dalam tulisannya di Arts of Asia (September – Oktober 1980) menyebutkan bahwa pemakaian teknik dasar membatik yang menggunakan lilin ini mungkin berasal dari Cina dan India, tapi semua alat membatik dan proses pembatikannya merupakan sesuatu yang khas Jawa. Canting adalah alat penulisan batik yang ditemukan oleh orang Jawa dan menunjukkan kepandaian yang tinggi dari nenek moyang kita.

Bahkan, menurut Gittinger orang Belanda pada abad ke 17 mulai memperdagangkan batik dan pada abad ke 19 mulai menghasilkan tekstil pabrik bermotif batik yang kemudian diperdagangkannya ke Afrika Barat.

Sayangnya hasil artistik yang bernilai tinggi ini menurut para ahli, kurang diperhatikan pemerintah. Bahkan seorang Malaysia menyanjung kepedulian pemerintahnya pada perkembangan batik Malaysia, dengan mengutip harian Jakarta Post yang membahas mengenai perbandingan perkembangan batik Indonesia dengan Malaysia yang sebenarnya menggunakan pekerja dari Indonesia. Kurangnya perhatian pemerintah pada perkembangan batik memang tersorot pada tahun 2005 karena ternyata Malaysia terlebih dahulu mematenkan batik seperti yang tertulis di harian Republika. Memang persoalan paten ini menurut harian Kompas banyak yang tidak tahu, dan cukup sulit memperjuangkan pengakuan hak kekayaan tradisi budaya. Perhatian Malaysia pada hak paten memang lebih tinggi, dan promosi mereka terhadap batik Malaysia cukup besar, seperti yang terlihat pada perangko Malaysia.

Padahal batik sebenarnya mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Motif batik Parang Rusak misalnya, sebenarnya termasuk motif batik sakral yang hanya dipergunakan di lingkungan kraton. Demikian juga warna batik pada motif parang bisa menentukan asal kraton pemakainya, apakah dari Kraton Solo atau dari Kraton Jogja.

Selain membawa arti simbolis, mengamati batik juga memperlihatkan kekayaan budaya serapan Indonesia. Di Museum Nasional kita bisa melihat perbedaan antara batik pesisir yang terpengaruhi oleh budaya Cina, budaya Islam, maupun pengaruh pendudukan Belanda yang memang pada waktu itu juga menghasilkan batik Belanda (berasal dari pabrik yang dimiliki oleh orang Belanda di Indonesia).

Jadi bagaimana kita bisa ikut membantu menjaga warisan yang bernilai budaya dan sejarah ini? Beberapa orang sudah memulainya, dalam hal produksi selain pabrik pabrik besar dan kecil, ada juga desainer seperti Iwan Tirta, Harry Dharsono, dan Obin. Sekarang ada Joop Ave yang mengajak anda melihat batik sebagai elemen interior.

Hak paten desain batik kita juga perlu diperhatikan, diperlukan bantuan pemerintah terhadap pengusaha kecil yang mungkin tidak tahu menahu mengenai hak cipta. Tidak lucu kalau suatu hari ada pembatik yang dituntut karena menggunakan desain batiknya yang sudah dipatenkan negara lain. Sementara itu bagaimana dengan pemasarannya? Sudahkah kita mengenakan batik dengan bangga?

Sunday, April 4, 2010

BiLL GateS Aja Pake BatiK....

Oleh : Seindah Fajar Pagi
Cerita Tentang Bill Gates berbatik ini didapat ketika sang miliuner bertandang untuk pertama kalinya ke Indonesia pada Mei 2008 lalu. Batik warna keemasan dikenakan Gates saar acara Presidential Lecture yang berlangsung Jakarta Convention Center tersebut.

Selidik punya selidik, padahal di awalnya, tidak ada rencana sebelumnya Gates akan mengenakan batik. Hal ini terjadi secara mendadak. Bahkan gara-gara baju batik Bill Gates ini, Presiden SBY pun mengganti kostumnya, dari jas lengkap berdasi, menjadi baju batik lengan panjang warna ungu-merah-keemasan untuk mengimbangi sang tamu kehormatan.

Wajar bila Presiden SBY juga ikut ganti baju. Sebab, berdasarkan penelusuran detikcom, kala itu seharusnya Bill Gates memang mengenakan pakaian resmi: jas dan berdasi. Tapi, perubahan begitu cepat terjadi.

Ternyata ada tawaran lain yang membuat salah satu orang terkaya di dunia itu tertarik mengubah kostumnya dan memilih mengenakan baju batik. Adalah Rachmat Gobel, bos Panasonic, yang mempunyai inisiatif menawarkan baju batik kepada Bill Gates. Selain produk asli Indonesia, baju batik juga sudah dikenal sebagai baju yang pro lingkungan.

Tak dinyana, Bill Gates sontak menerima tawaran itu. Rachmat pun kemudian menghubungi desainer batik kondang, Iwan Tirta. Tanpa basa-basi, Iwan Tirta yang sudah kesohor itu pun memilihkan baju batik untuk Bill Gates.

Baju batik warna keemasan dengan motif 'pisang bali manggar' akhirnya dipilih untuk Gates. Motif ini merupakan motif yang sering dipakai oleh para anggota kerajaan Mangkunegaran Solo.

Oleh Iwan Tirta, baju batik itu lantas diberikan kepada Rachmat Gobel untuk selanjutnya diserahkan kepada Bill Gates. Dan ternyata, Bill Gates benar-benar mengenakannya. Bill Gates pun semakin memesona banyak orang di acara kuliah umum tersebut. Padahal, banyak pejabat dan politisi yang hadir mengenakan pakaian jas.

Hmm...TapI NgomoNg2 Nie,BeraPa Ya Harga Batik YanG Di Pake oleh Beliau....???

Saturday, March 27, 2010

an Article About Indonesian BatiK

One of the simple patterns is worn by royalty and looks like an Schain with dots in the hollow of each S. One design with a very large S-chain in a yellowish tint running diagonally from right to left on a warm brown background was designed in 1973 for the engagement ceremony of Gusti Pangeran Raditya, scion of an old noble Indonesian family, and the daughter of the Sultan of Cheribon.

The best batik is found in the batik-making centers of Jogjakarta, Solo (Surakarta), Tasikmalaya and the north coast cities of Java island between Cheribon and Semarang. But Jogjakarta, simply called Jogja, in south-central Java about halfway between Bali and Indonesia's capital of Jakarta, is an easy stop en route to or from either destination. Though batik can be bought anywhere in Indonesia, Jogja may have the world's best selections of reasonably priced batik.

Jogja is said to have 900 batik factories, which simply means that there are a lot of women sitting at home putting hot wax on cotton fabric. Because batik is a cottage industry, some of the best places to buy batik are in private homes, which are open to the public. The main streets of Jogja are lined with factory/galleries, which are easy to find, air-conditioned and usually competitively priced. Merchants routinely give discounts of up to 20 percent on batik cloth and items made from batik. Bargaining is permissible and expected in the public market, where a shopper can get excellent prices. In Jogja's central market, there are scores of women squatting in tiny stalls, surrounded by piles of batik. The most expensive handmade batik will cost between $75 and $150 for a single piece of cloth called a kain, a standard swath of material 40 inches wide and 100 inches long.

Using an instrument called a canting, a tiny copper or brass crucible with a long narrow spout, a woman will spend hours retracing in wax a design which has previously been made in pencil. It often takes six months to complete a kain, which is traditionally two and one-half times as long as it is wide.

A less expensive type of handmade batik is the stamped ''capt'' batik made by using an engraved copper block called a capt to create uniform designs which carefully interlock to look continuous. In use since 1815, stamped batik is almost exclusively made by men. And, because it takes less time to produce, a kain of this material made in private homes will sometimes sell for as little as $5.

Often, stamped batik is so well done that it is difficult to distinguish from its more expensive counterpart. Handmade batiks are uniform on both sides; machine-made batiks have a definite right side and wrong side.

The most expensive batik will be the completely handmade and using organic dyes. The most prized antique batiks will be blue and dark brown, the colors of dignity. Blue indigo, made from the plant, is the oldest dye, Indonesians have found other ways to produce the traditional dark browns by using plant dyes instead of human blood that was once used. A few guidelines on batiks Where to Begin The Jakarta Central Museum has a fine collection of batiks (admission about 6 cents). Many of its batiks are national treasures and if available for sale would cost thousands of dollars. Prices of batiks, incidentally, are often as much as 50 percent higher in Jakarta than in the batik-making towns of central Java. Silk batiks at the factory will start at $100 a kain. Generally, a fine quality handmade batik on cotton, one which would take at least four months to produce, will cost at least $75 a kain, but there is plenty of good batik available at $10 up. Where to Buy Batik In Jogja, the Gurda Batik on Jalan Parangtritis 77 B (phone 5479); the Jago Biru Batik on Jalan Mangkuyudan 141 (phone 4227); the Suryakencana on Ngadinegaran (phone 3798). In Jakarta, Sida Mukti in Wisma Batik Indonesia on Jalan Drive (phone 21-271), and the Saharjo 311 Srikandi Batik Shop in Hias Rias shopping complex on Jalan Cikini Raya 90. Ready-to-Wear Batik clothing is available in department stores in Jakarta and in batik factory/galleries elsewhere. A short summer dress in small, medium or large will cost $12 to $45, depending on the style. A floor-length dress will run about $35 to $100. Proper Care Modern batiks are made with chemical dyes that fade quickly if exposed to direct sunlight, but do not run much when washed in cold water using a mild hand soap. Many batiks sold in shops are guaranteed color-safe.

BY : Pamela G.Holly

Search Here